Rabu, 17 Februari 2016

Geologi Regional Cekungan Kutai

Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah baratlaut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang (Ferguson dan McClay, 1997).
Pada kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan (Tanean, drr, 1996). Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian selatan, barat dan utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan.
Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang berarah utara-timur laut yang dicirikan oleh antiklin asimetris yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang berisi siliklastik berumur Miosen dimana jejak sumbunya mencapai 20-50km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradual dari timur ke barat sedikit hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks/jalur sesar naik dengan pengangkatan dan erosi di bagian barat (Ferguson dan McClay, 1997).
Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut. Urutan transgresif ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik yang berbutir kasar, juga di pantai hingga marin dangkal.
Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan perioda genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam, sedangkan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Fm. Antan. Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara.Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang laut secara lokal.
Pada Peta Geologi Lembar Balikpapan (Hidayat dan Umar, 1994), endapan-endapan delta yang mengandung batubara tersebut dikenali sebagai Fm. Tanjung, Fm. Kuaro, Fm. Warukin, Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru. Formasi-formasi yang tersebar di daerah kajian berada pada stratigrafi bagian atas dari Cekungan Kutai yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Formasi Kampungbaru (Tpkb)
Batulempung pasiran, batupasir kuarsa, batulanau sisipan batubara, napal, batugamping dan lignit. Ketebalannya 700-800 m, berumur Miosen Akhir hingga Pliosen dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini terletak tidak selaras di atas Fm. Balikpapan.
Formasi Balikpapan (Tmbp)
Peselingan batupasir kuarsa, batulempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batugamping dan batubara. Tebal formasi Â± 800 m, berumur Miosen Tengah Atas dan diendapkan dalam lingkungan litoral-laut dangkal. Formasi menindih selaras di atas Formasi Pulaubalang.
Formasi Pulaubalang (Tmpb)
Peselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal formasi Â± 900 m, berumur Miosen Tengah dan diendapkan dalam lingkungan sublitoral dangkal.

PENGAMATAN LAPANGAN

Morfologi daerah kajian terdiri dari satuan dataran aluvial dan rawa, yang menempati daerah pesisir hingga pantai di bagian timur, berarah utara–selatan dengan kemiringan topografi dari barat ke timur antara 0o-20o dan memiliki ketinggian antara 10-20 m. Sedangkan satuan perbukitan bergelombang menempati daerah daratan di bagian baratnya berarah utara-selatan dengan ketinggian antara 20-100 m dan kemiringan antara 10o-50o, pada satuan ini umumnya singkapan batubara ditemukan. Pola sungai daerah ini umumnya trelis yang mengikuti pola intensitas struktur, yaitu perlipatan.
Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara, seperti Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru (Hidayat dan Umar, 1994). Dijumpai pada 22 lokasi (Gambar 21-1) yang pada umumnya telah mengalami pelapukan sedang-kuat dan di beberapa singkapan ini mengalami pembakaran sendiri (self combustion). Dari pengamatan pada singkapan batubara dan pengukuran jurus dan kemiringannya umumnya berarah utara-timur (NE) dan utara-barat (NW) dengan kemiringan bervariasi antara 5 sampai 70° dengan ketebalan antara 0,1 hingga 4,1 m dan berasosiasi dengan batupasir, batulempung, dan batulanau, selengkapnya lihat Tabel 21-1.

ANALISIS LABORATORIUM

Analisis laboratorium yang dilakukan pada 4 lokasi (KT-09, KT-12, KT-15 dan KT-20) berupa analisis kandungan mikrofosil dan polen pada lapisan sedimen berukuran halus-kasar yang berada di atas dan di bawah lapisan batubara.
Hasil analisis mikrofosil menunjukkan tidak dijumpai fosil (barren samples) tetapi hanya dijumpai sisa tanaman dan butiran kuarsa teroksidasi. Menurut Pringgoprawiro (1982) ini mengindikasikan suatu lingkungan steril atau secara sekunder menunjukkan adanya larutan kimia seperti gypsum, limonit, laterite ataupun jarosite yang dapat melarutkan fosil; bahkan dimungkinkan adanya larutan klorida, sulfida ataupun larutan lain yang mengindikasi tidak adanya kehidupan. Tetapi secara umum proses pemfosilan organisme itu tergantung pada lingkungan hidupnya (Matthews, 1962), seperti pada sedimen halus organisma akan terawetkan secara baik tetapi pada sedimen berbutir kasar yang didominasi oleh kuarsa dan sedikit mengandung zat organik ataupun karbonat kurang sesuai untuk proses pemfosilan.
Analisis polen dilakukan pada contoh-contoh sedimen berukuran halus yang berada di bawah lapisan batubara. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa batuan didaerah kajian berumur tidak lebih tua dari Miosen Tengah yang ditandai dengan munculnya fosil indeksSoneratia alba (Florschuetzia meridionalis) (KT-20).
Tingginya proporsi polen RhyzophoraAvicennia dan Soneratia alba (Florschuetzia meridionalis) mengindikasikan lingkungan pengendapannya di daerah lingkungan mangrove yang tumbuh di atas pantai yang relatif stabil. Kehadiran Concentricystes circulus(alga air tawar) mengindikasikan kuatnya pengaruh proses-proses terestrial pada saat pengendapan. Proporsi polen-polen komponen non-mangrove yang cukup besar merupakan indikasi bahwa media transportasi butiran-butiran polen tersebut adalah arus sungai dan kemudian diendapkan di dalam alur sungai atau di pada muaranya.

INTERPRETASI CITRA LANDSAT

Interpretasi data citra landsat diujicobakan untuk membantu dalam menentukan penyebaran formasi pembawa batubara khususnya di daerah kajian. Pada prinsipnya citra landsat ini merupakan rekaman hasil pengukuran beda intensitas cahaya matahari dengan intensitas yang dipantulan oleh batubara. Hasil interpretasi citra landsat daerah kajian memperlihatkan penyebaran formasi pembawa batubara berarah relatif utara-selatan. Penyebaran formasi pembawa batubara diperkirakan hingga sayap kiri daerah delta Sungai Mahakam yakni pada daerah pantainya.

DISKUSI

Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium maka dicoba untuk membandingkan singkapan-singkapan batuan tersebut dengan formasi-formasi dari data regional, sebagai berikut:

Sedimen dan Lingkungan Pengendapan

· Fm. Kampungbaru

Lapisan batupasir kuarsa loose dan terkadang kontak langsung dengan lapisan batubara; seam tidak bervariasi dan relatif tipis; batubara lebih bersifat lignit. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-04, KT-05, KT-06, KT-07, KT-12, KT-13, KT-14, KT-15 dan KT-16. Analisis polen menunjukkan umur tidak lebih tua dari Pliosen dan lingkungan pengendapan pada muara sungai dan hutan mangrove di daerah pantai yang stabil.
Jika mengacu pada lingkungan pengendapan delta-laut dangkal pada Peta Geologi Regionalnya, maka penyebaran formasi ini tidak melingkupi daerah yang luas tapi hanya pada daerah sekitar Delta Mahakam Purba

· Fm. Balikpapan

Lapisan batupasir kuarsa relatif kompak; banyak ditemui multiseam, relatif tebal dan umumnya kontak dengan lapisan sedimen halus; batubara lebih bersifat sub bituminus. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-01, KT-02, KT-03, KT-09, KT-10, KT-11, KT-17, KT-18, KT-19 dan KT-22. Analisis polen KT-09 tidak memberikan informasi baik umur maupun lingkungan pengendapan. Jika mengacu pada Peta Geologi Regionalnya, lingkungan pengendapan berupa litoral-laut dangkal, maka penyebaran memanjang arah utara-selatan, yakni dari Samarinda hingga Tanah Grogot.

· Fm. Pulaubalang

Variari seamnya rendah dan diperkirakan batubaranya bersifat lignit. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-20 dan KT-21. Analisis polen pada KT-20 menunjukkan umur Miosen Tengah.
Menurut Payenberg, et al., (1999), arah arus purba selama Miosen Tengah di Lapangan Mutiara, Sanga-sanga Cekungan Kutai diduga sesuai dengan arah umum struktur silang-siur di KT-02 dan KT-03 berarah selatan, dan di KT-21 berarah Utara. Ini menunjukkan bahwa kala Miosen Tengah di bagian utara Cekungan Kutai arah arus ke selatan dan di bagian selatan cekungan berarah ke utara.
Ferguson dan Mc.Clay (1997) menyebutkan lingkungan pengendapan sistem delta yang berada di Kalimantan Timur, yakni: sand-shale-coal sequence merupakan proximal deltaic facies dan shale (thick) sequence merupakan distal marine facies.

Potensi Endapan Batubara

Potensi endapan batubara di daerah kajian cukup baik dengan banyaknya ditemukan singkapan batubara, beberapa mengalami self combustion dan umumnya mempunyai kemiringan lapisan yang relatif landai kecuali yang tersingkap di Bukit Soeharto.
Data kualitas batubara (Kanwil DPE Kalimantan Timur, 1994) adalah sebagai berikut : kadar air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%, belerang 0,1-1,8%, abu 1,2-8,0%, dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg. Sedangkan cadangannya diperkirakan Â±1.400 juta ton.

KESIMPULAN

· Pada umumnya batubara tersingkap pada satuan morfologi perbukitan bergelombang. yang secara umum berarah utara-selatan
· Daerah kajian berada dalam Cekungan Kutai yang mengandung formasi pembawa batubara, yakni: Fm. Kampungbaru, Fm. Balikpapan dan Fm. Pulaubalang
· Formasi Kampungbaru merupakan formasi teratas yang berumur Miosen Akhir hingga Pliosen pada lingkungan pengendapan delta-laut dangkal. Ciri-ciri batubara yang dijumpai adalah seam tidak banyak variasi dengan ketebalan yang relatif tipis dan bersifat lignitan. Penyebaran formasi ini tidak terlalu luas jika dibandingkan pada dua formasi lainnya, yaitu: di sekitar Delta Mahakam.
· Formasi Balikpapan berada tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru berumur Miosen Tengah Atas dan diendapkan pada lingkungan litoral-laut dangkal. Ciri-ciri batubara yang dijumpai adalah multiseam dengan ketebalan rata-rata 2-5 meter dan batubara lebih bersifat sub bituminus. Formasi ini tersebar hingga Tanah Grogot.
· Formasi Pulaubalang berada selaras di bawah Formasi Balikpapan yang berumur Miosen Tengah. Ciri-ciri batubara mempunyai variasi seam kecil dan relatif sub bituminus.

Source: http://herdyborgir.blogspot.co.id/2010/07/geology-regional.html

Stratigrafi Cekungan Kutai

Stratigrafi di daerah ini juga terdiri dari siklus transgresi dan regresi. Di sini fasa regresi jauh lebih mendominasi. Cekungan ini dimulai Tersier Tua, mungkin Eosen, dengan suatu transgresi yang segera diikuti oleh regresi yang mengisi cekungan ini pada seluruh Tersier dan Kuarter. Data stratigrafi menunjukkan bahwa cekungan diisi dari barat ke timur secara progradasi dengan sumbu ketebalan sedimen maximum, diendapkan pada setiap jenjang Tersier yang bergeser secara progresif ke arah timur menumpang di atas sedimen laut dalam yang tipis dari Selat Makasar.


Gerard dan Oesterle (1973) maupun Schwartz dan lain-lain (1973) mengintepretasikan endapan dalam fasa regresif ini sebagai delta. Di sini fasies prodelta, delta front, delta plain terdapat dalam urutan vertikal secara berganti-ganti dan merupakan nenek moyang Delta Mahakam yang sekarang. Delta tersebut berprogradasi ke arah laut, akan tetapi beberapa kali ditransgresi sehingga memberikan siklus kecil. Salah satu progradasi yang jauh ke timur terjadi di Awal Miosen, dimana kompleks delta mencapai pinggiran paparan. Setiap fasa regresi siklus kecil ini mengendapkan lapisan pasir reservoir. Di muka delta ini terbentuk terumbu pinggiran paparan (shelf-edge-reefs) sebelum lereng kontinen outer shelf. 

Di dalam siklus regresi besar ini dapat dibedakan antara Formasi Pulubalang, Formasi Balikpapan dan Formasi Kampung Baru, yang berumur dari Miosen sampai Pliosen


 Gambar 1. Stratigrafi Cekungan Kutai


1. Grup Pamaluan

Batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung, serpih, batugamping, dan batulanau, berlapis sangat baik. Batupasir kuarsa merupakan batuan utama, kelabu kehitam - kehitaman – kecoklatan, batupasir halus – sedang, terpilah baik, butiran membulat – membulat tanggung, padat, karbon dan gampingan. Setempat dijumpai struktur sedimen silang siur dan perlapisan sejajar, tebal lapisan anatara 1 – 25 m. Batulempung tebal rata-rata 45 cm. Serpih kelabu kecoklatan kelabu tua, pada tebal sisipan antara 10 – 20 cm. Batugamping kelabu, pejal, berbutir sedang – kasar, setempat berlapis dan mengandung foraminifera besar. Batulanau kelabu tua-kehitaman. Formasi pamaluan merupakan batuan paling bawah yang tersingkap di lembar ini dan bagian atas formasi ini berhubungan menjari dengan Formasi Bebuluh. Tebal Formasi ini kurang lebih 2000 meter.

2. Grup Bebuluh

Batugamping terumbu dengan sisipan batugamping pasiran dan serpih, warna kelabu, padat, mengandung forameinifera besar berbutir sedang. setempat batugamping menghablur, tak beraturan. Serpih kelabu kecoklatan berselingan dengan batupasir halus kelabu tua kehitaman. Foraminifera besar yang jumpai antara lain : Lepidocycilina SumatroenisMyogipsina Sp, Operculina Sp,mununjukan umur Miosen Awal – Miosen Tengah. Lingkungan pengendapan laut dangkal dengan ketebalan sekitar 300 m. Formasi Babuluh tertindih selaras oleh Formasi Pulu Balang. 

3. Grup Pulu Balang

Perselingan antara Greywacke dan batupasir kwarsa dengan sisipan batugamping, batulempung, batubara, dan tuff dasit, Batupasir greywacke, kelabu kehijauan padat tebal lapisan antara 50-100 m. Batupasir kuarsa kelabu kemerahan setempat tuffan dan gampingan tebal lapisan antara 15-60 cm. Batugamping coklat muda kekuningan, mengandung foraminifera besar batugamping ini terdapat sebagai sisipan dalam batupasir kuarsa, dengan tebal antara 10-40 cm. Di sungai Loa Haur, mengandung Foraminiferabesar antara lain Austrotrilina howhici, Brelis Sp, Lepidocycilina Sp, Myogipina Sp, menunjukan umur Miosen Tengah dengan lingkungan pengendapan laut dangkal. Batulempung kelabu kehitaman dengan tebal lapisan antara 1-2 cm, setempat berselingan dengan batubara dengan tebal ada yang mencapai 4 m. Tufa dasit, putih merupakan sisipan dalam batupasir kuarsa.

4. Grup Balikpapan

Perselingan batupasir dan batulempung dengan sisipan batulanau, serpih, batugamping dan batubara. Batupasir kuarsa, putih kekuningan, dengan tebal 1-3 m disisipi lapisan batubara dengan tebal 5-10 cm. Batupasir gampingan, coklat, berstruktur sedimen lapisan bersusun dan silang siur tebal, lapisan 20-40 cm mengandung foraminifera kecil disisipi lapisan tipis karbon. Lempung kelabu kehitaman setempat mengandung sisa tumbuhan oksida besi yang mengisi rekahan-rekahan setempat mengandung lensa-lensa batupasir gampingan. Lanau gampingan berlapis tipis serpih kecoklatan berlapis tipis. Batugamping pasiran mengandung Fosilmenunjukan umur Moisen Akhir bagian bawah – Miosen tengah bagian atas.

5. Grup Kampung Baru

Batupasir kuarsa dengan sisipan lempung, serpih, lanau, dan lignit, pada umumnya lunak mudah hancur. Batupasir kuarsa, putih, setempat kemerahan atau kekuningan, tidak berlapis, mudah hancur, setempat mengandung lapisan tipis oksida besi atau kongresi, tuffan atau lanuan, dan sisipan batupasir konglomerat atau konglomeratan dengan komponen kuarsa, kalsedon, serpih, dan lempung, diameter 5 – 1 cm mudah lepas, lempung kelabu kehitaman mengandung sisi tumbuhan, kepingan batubara, koral, lanau kelabu tua, menyerpih laminasi, lignit dengan tebal 1-2 m di duga berumur Miosen Akhir – Plio Plestosen. Lingkungan pengendapan delta laut dangkal, tebal lebih dari 500 m. Formasi ini menindih selaras dan setempat tidak selaras terhadap Formasi Balikpapan.

Source: http://suarageologi.blogspot.co.id/2013/12/stratigrafi-cekungan-kutai.html

Kutai Basin

Cekungan Kutai merupakan cekungan tersier terdalam di Indonesia dengan ketebalan sedimen yang diendapkan sekitar 14000 meter pada bagian depocentrenya. Pada bagian utara Cekungan Kutai terdapat punggungan Mangkalihat yang memisahkan cekungan ini dengan Cekungan Tarakan. Di bagian barat, Cekungan Kutai di batasi oleh Tinggian Kuching dan di selatan dibatasi oleh Punggungan Paternoster yang juga membatasinya dengan Cekungan Barito. Cekungan Kutai terbuka ke arah laut di sebelah timur.

Figure 1. Basement Depth Structure Map

Di Cekungan Kutai, gaya struktur saat ini terutama dicirikan oleh jalur-jalur lipatan dan sesar yang sejajar berarah SSW-NNE atau N-S dari daratan sampai lepas pantai. Jalur-jalur ini terkenal sebagai Jalur Antiklinorium Samarinda yang paralel dengan garis pantai saat ini. Relief struktur semakin melemah ke arah lepas pantai. Di lepas pantai, ciri struktur kompresi yang berhubungan dengan ekstensi karena progradasi delta semakin menonjol. Asal kejadian Antiklinorium Samarinda telah menjadi bahan pemikiran dan perdebatan sejak lama (Figure 2). Beberapa mekanisme yang terjadi yaitu: akibat seretan dua sesar mendatar besar yang mengapit Cekungan Kutai, akibat tekanan diapir dari bawah, akibat tekanan dari benturan mikrokontinen di sebelah timur Sulawesi pada Neogen, dan akibat tektonik gravitasi berhubungan dengan pengangkatan Tinggian Kuching pada Early Miocene di sebelah barat Cekungan Kutai (gliding tectonics). Penelitian-penelitian terbaru menunjukkan bahwa asal struktur ini adalah kombinasi antara gliding tectonics dan progradasi delta (Satyana, 2006). Basement diinterpretasi (Guritno dan Chambers, 1999) terdiri dari Jurassic hingga Cretaceous Oceanic Crust dan ditutupi oleh sequence turbidit yang tebal.

Figure 2. Sedimen delta mendominasi gaya sedimentasi Cekungan Kutei. Antiklinorium Samarinda terutama terdapat di bagian daratan, membentuk lapangan-lapangan seperti Lapangan Mutiara. Ke arah laut, struktur didominasi oleh sesar ekstensi yang berhubungan dengan progradasi delta (Satyana, 2006).

Di Cekungan Kutai, hampir semua jalur antiklin di Jalur Antiklinorium Samarinda dari daratan ke lepas pantai, baik yang tersesarkan maupun yang tidak, menjadi lapangan-lapangan minyak dan gas. Lapangan-lapangan minyak dan gas masih ditemukan sampai ke laut dalam yang sudah masuk ke Cekungan Selat Makassar Utara dengan perangkap berupa toe-thrust di lereng paparan dan kipas laut dalam di dasar cekungan (Satyana, 2006).

Figure 3. Kalimantan, "Rumahnya" Delta Tersier
Major deltaic petroleum system telah menghasilkan 11 BBOE untuk cadangan terbukti (Figure 3). Tumpukan Neogene delta juga menyediakan batuan induk (delta-top dan delta-front coals danshallow marine coaly shales) yang merupakan oil dan gas pronecarrier beds (channel sands), dan Miocene-Pliocene reservoir dari Formasi Balikpapan, Kampung Baru, dan Mahakam termasukchannel dan mouth-bar sands dan delta-front turbidites.

Stratigrafi

Sedimentasi tersier di cekungan Kutai dimulai dengan perioda transgresi pada masa Eocene dan berakhir pada masa Oligocene. Fasa transgresi mengendapkan sedimen formasi Mangkupa, Beriun, Kedango dan Pamaluan. Formasi Pamaluan yang didominasi oleh serpih marin dipercaya sebagai batuan induk yang potensial menghasilkan hidrokarbon (Mamuaya et. al, 1995).


Setelah pengangkatan tinggian Kuching pada masa Miocene Awal, pola sedimentasi berubah dari fasa transgresi menjadi fasa regresi dari barat ke timur. Pengendapan selama fasa regresi berlanjut hingga Tersier Akhir ketika sebuah perioda transgresi dimulai pada kala Late Miocene. Batuan regresi didominasi oleh sedimen deltaic dari formasi Pulubalang, Balikpapan dan Kampung Baru. Formasi – formasi ini merupakan reservoir yang produktif.
Bagian bawah dari formasi Balikpapan terdiri dari batuan serpih dengan sekali – sekali muncul batupasir yang diendapkan di prodelta pada lingkungan lingkungan pengendapan sublittoral – littoral bagian dalam. Pada bagian tengah formasi Balikpapan terdiri dari perselingan serpih dan batupasir yang diendapkan di delta front pada lingkungan pengendapan littoral. Bagian atas formasi Balikpapan terdiri dari perselingan serpih, batupasir dan lignite/batubara, yang diendapkan di paparan delta pada lingkungan pengendapan supralittoral – littoral.
Figure 4. Kalimantan Basin Stratigraphic Column (IPA Atlas, 1999)

Source: http://inibumi.blogspot.co.id/2011/12/kutai-basin.html
 

All About Geology Copyright © 2011 -- Template created by O Pregador -- Powered by Blogger