Cekungan Kutai terbentuk karena proses pemekaran pada kala Eosen Tengah yang diikuti oleh fase pelenturan dasar cekungan yang berakhir pada Oligosen Akhir. Peningkatan tekanan karena tumbukan lempeng mengakibatkan pengangkatan dasar cekungan ke arah baratlaut yang menghasilkan siklus regresif utama sedimentasi klastik di Cekungan Kutai, dan tidak terganggu sejak Oligosen Akhir hingga sekarang (Ferguson dan McClay, 1997).
Pada kala Miosen Tengah pengangkatan dasar cekungan dimulai dari bagian barat Cekungan Kutai yang bergerak secara progresif ke arah timur sepanjang waktu dan bertindak sebagai pusat pengendapan (Tanean, drr, 1996). Selain itu juga terjadi susut laut yang berlangsung terus menerus sampai Miosen Akhir. Bahan yang terendapkan berasal dari bagian selatan, barat dan utara cekungan menyusun Formasi Warukin, Formasi Pulaubalang dan Formasi Balikpapan.
Struktur utama di daerah kajian berupa antiklinorium yang berarah utara-timur laut yang dicirikan oleh antiklin asimetris yang dipisahkan oleh sinklin lebar yang berisi siliklastik berumur Miosen dimana jejak sumbunya mencapai 20-50km sepanjang jurus berbentuk lurus hingga melengkung. Struktur antiklinorium berubah secara gradual dari timur ke barat sedikit hingga tanpa pengangkatan sampai pada lipatan kompleks/jalur sesar naik dengan pengangkatan dan erosi di bagian barat (Ferguson dan McClay, 1997).
Sedimen Tersier yang diendapkan di Cekungan Kutai di bagian timur sangat tebal dengan fasies pengendapan yang berbeda dan memperlihatkan siklus genang-susut laut. Urutan transgresif ditemukan sepanjang daerah tepi cekungan berupa lapisan klastik yang berbutir kasar, juga di pantai hingga marin dangkal.
Pengendapan pada lingkungan laut terus berlangsung hingga Oligosen dan menandakan perioda genang laut maksimum. Secara umum dijumpai lapisan turbidit berselingan dengan serpih laut dalam, sedangkan batugamping terumbu ditemukan secara lokal dalam Fm. Antan. Sedangkan urutan regresif di Cekungan Kutai mencakup lapisan klastik delta hingga paralik yang banyak mengandung lapisan-lapisan batubara dan lignit. Siklus delta yang berumur Miosen Tengah berkembang secara cepat ke arah timur dan tenggara.Progradasi ke arah timur dan tumbuhnya delta berlangsung terus sepanjang waktu diselingi oleh tahapan-tahapan genang laut secara lokal.
Pada Peta Geologi Lembar Balikpapan (Hidayat dan Umar, 1994), endapan-endapan delta yang mengandung batubara tersebut dikenali sebagai Fm. Tanjung, Fm. Kuaro, Fm. Warukin, Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru. Formasi-formasi yang tersebar di daerah kajian berada pada stratigrafi bagian atas dari Cekungan Kutai yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
Formasi Kampungbaru (Tpkb)
Batulempung pasiran, batupasir kuarsa, batulanau sisipan batubara, napal, batugamping dan lignit. Ketebalannya 700-800 m, berumur Miosen Akhir hingga Pliosen dan diendapkan dalam lingkungan delta dan laut dangkal. Formasi ini terletak tidak selaras di atas Fm. Balikpapan.
Formasi Balikpapan (Tmbp)
Peselingan batupasir kuarsa, batulempung lanauan dan serpih dengan sisipan napal, batugamping dan batubara. Tebal formasi ± 800 m, berumur Miosen Tengah Atas dan diendapkan dalam lingkungan litoral-laut dangkal. Formasi menindih selaras di atas Formasi Pulaubalang.
Formasi Pulaubalang (Tmpb)
Peselingan batupasir kuarsa, batupasir dan batulempung dengan sisipan batubara. Tebal formasi ± 900 m, berumur Miosen Tengah dan diendapkan dalam lingkungan sublitoral dangkal.
PENGAMATAN LAPANGAN
Morfologi daerah kajian terdiri dari satuan dataran aluvial dan rawa, yang menempati daerah pesisir hingga pantai di bagian timur, berarah utara–selatan dengan kemiringan topografi dari barat ke timur antara 0o-20o dan memiliki ketinggian antara 10-20 m. Sedangkan satuan perbukitan bergelombang menempati daerah daratan di bagian baratnya berarah utara-selatan dengan ketinggian antara 20-100 m dan kemiringan antara 10o-50o, pada satuan ini umumnya singkapan batubara ditemukan. Pola sungai daerah ini umumnya trelis yang mengikuti pola intensitas struktur, yaitu perlipatan.
Pengamatan singkapan batubara dilakukan pada formasi pembawa batubara, seperti Fm. Pulaubalang, Fm. Balikpapan dan Fm. Kampungbaru (Hidayat dan Umar, 1994). Dijumpai pada 22 lokasi (Gambar 21-1) yang pada umumnya telah mengalami pelapukan sedang-kuat dan di beberapa singkapan ini mengalami pembakaran sendiri (self combustion). Dari pengamatan pada singkapan batubara dan pengukuran jurus dan kemiringannya umumnya berarah utara-timur (NE) dan utara-barat (NW) dengan kemiringan bervariasi antara 5 sampai 70° dengan ketebalan antara 0,1 hingga 4,1 m dan berasosiasi dengan batupasir, batulempung, dan batulanau, selengkapnya lihat Tabel 21-1.
ANALISIS LABORATORIUM
Analisis laboratorium yang dilakukan pada 4 lokasi (KT-09, KT-12, KT-15 dan KT-20) berupa analisis kandungan mikrofosil dan polen pada lapisan sedimen berukuran halus-kasar yang berada di atas dan di bawah lapisan batubara.
Hasil analisis mikrofosil menunjukkan tidak dijumpai fosil (barren samples) tetapi hanya dijumpai sisa tanaman dan butiran kuarsa teroksidasi. Menurut Pringgoprawiro (1982) ini mengindikasikan suatu lingkungan steril atau secara sekunder menunjukkan adanya larutan kimia seperti gypsum, limonit, laterite ataupun jarosite yang dapat melarutkan fosil; bahkan dimungkinkan adanya larutan klorida, sulfida ataupun larutan lain yang mengindikasi tidak adanya kehidupan. Tetapi secara umum proses pemfosilan organisme itu tergantung pada lingkungan hidupnya (Matthews, 1962), seperti pada sedimen halus organisma akan terawetkan secara baik tetapi pada sedimen berbutir kasar yang didominasi oleh kuarsa dan sedikit mengandung zat organik ataupun karbonat kurang sesuai untuk proses pemfosilan.
Analisis polen dilakukan pada contoh-contoh sedimen berukuran halus yang berada di bawah lapisan batubara. Hasil analisis ini menunjukkan bahwa batuan didaerah kajian berumur tidak lebih tua dari Miosen Tengah yang ditandai dengan munculnya fosil indeksSoneratia alba (Florschuetzia meridionalis) (KT-20).
Tingginya proporsi polen Rhyzophora, Avicennia dan Soneratia alba (Florschuetzia meridionalis) mengindikasikan lingkungan pengendapannya di daerah lingkungan mangrove yang tumbuh di atas pantai yang relatif stabil. Kehadiran Concentricystes circulus(alga air tawar) mengindikasikan kuatnya pengaruh proses-proses terestrial pada saat pengendapan. Proporsi polen-polen komponen non-mangrove yang cukup besar merupakan indikasi bahwa media transportasi butiran-butiran polen tersebut adalah arus sungai dan kemudian diendapkan di dalam alur sungai atau di pada muaranya.
INTERPRETASI CITRA LANDSAT
Interpretasi data citra landsat diujicobakan untuk membantu dalam menentukan penyebaran formasi pembawa batubara khususnya di daerah kajian. Pada prinsipnya citra landsat ini merupakan rekaman hasil pengukuran beda intensitas cahaya matahari dengan intensitas yang dipantulan oleh batubara. Hasil interpretasi citra landsat daerah kajian memperlihatkan penyebaran formasi pembawa batubara berarah relatif utara-selatan. Penyebaran formasi pembawa batubara diperkirakan hingga sayap kiri daerah delta Sungai Mahakam yakni pada daerah pantainya.
DISKUSI
Berdasarkan pengamatan di lapangan dan hasil analisis laboratorium maka dicoba untuk membandingkan singkapan-singkapan batuan tersebut dengan formasi-formasi dari data regional, sebagai berikut:
Sedimen dan Lingkungan Pengendapan
· Fm. Kampungbaru
Lapisan batupasir kuarsa loose dan terkadang kontak langsung dengan lapisan batubara; seam tidak bervariasi dan relatif tipis; batubara lebih bersifat lignit. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-04, KT-05, KT-06, KT-07, KT-12, KT-13, KT-14, KT-15 dan KT-16. Analisis polen menunjukkan umur tidak lebih tua dari Pliosen dan lingkungan pengendapan pada muara sungai dan hutan mangrove di daerah pantai yang stabil.
Jika mengacu pada lingkungan pengendapan delta-laut dangkal pada Peta Geologi Regionalnya, maka penyebaran formasi ini tidak melingkupi daerah yang luas tapi hanya pada daerah sekitar Delta Mahakam Purba
· Fm. Balikpapan
Lapisan batupasir kuarsa relatif kompak; banyak ditemui multiseam, relatif tebal dan umumnya kontak dengan lapisan sedimen halus; batubara lebih bersifat sub bituminus. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-01, KT-02, KT-03, KT-09, KT-10, KT-11, KT-17, KT-18, KT-19 dan KT-22. Analisis polen KT-09 tidak memberikan informasi baik umur maupun lingkungan pengendapan. Jika mengacu pada Peta Geologi Regionalnya, lingkungan pengendapan berupa litoral-laut dangkal, maka penyebaran memanjang arah utara-selatan, yakni dari Samarinda hingga Tanah Grogot.
· Fm. Pulaubalang
Variari seamnya rendah dan diperkirakan batubaranya bersifat lignit. Singkapan yang termasuk dalam formasi ini adalah KT-20 dan KT-21. Analisis polen pada KT-20 menunjukkan umur Miosen Tengah.
Menurut Payenberg, et al., (1999), arah arus purba selama Miosen Tengah di Lapangan Mutiara, Sanga-sanga Cekungan Kutai diduga sesuai dengan arah umum struktur silang-siur di KT-02 dan KT-03 berarah selatan, dan di KT-21 berarah Utara. Ini menunjukkan bahwa kala Miosen Tengah di bagian utara Cekungan Kutai arah arus ke selatan dan di bagian selatan cekungan berarah ke utara.
Ferguson dan Mc.Clay (1997) menyebutkan lingkungan pengendapan sistem delta yang berada di Kalimantan Timur, yakni: sand-shale-coal sequence merupakan proximal deltaic facies dan shale (thick) sequence merupakan distal marine facies.
Potensi Endapan Batubara
Potensi endapan batubara di daerah kajian cukup baik dengan banyaknya ditemukan singkapan batubara, beberapa mengalami self combustion dan umumnya mempunyai kemiringan lapisan yang relatif landai kecuali yang tersingkap di Bukit Soeharto.
Data kualitas batubara (Kanwil DPE Kalimantan Timur, 1994) adalah sebagai berikut : kadar air 4,4-22,1%, zat terbang 38,1-42,1%, karbon padat 34,7-52,0%, belerang 0,1-1,8%, abu 1,2-8,0%, dan kalori 4,910-7,125 kkal/kg. Sedangkan cadangannya diperkirakan ±1.400 juta ton.
KESIMPULAN
· Pada umumnya batubara tersingkap pada satuan morfologi perbukitan bergelombang. yang secara umum berarah utara-selatan
· Daerah kajian berada dalam Cekungan Kutai yang mengandung formasi pembawa batubara, yakni: Fm. Kampungbaru, Fm. Balikpapan dan Fm. Pulaubalang
· Formasi Kampungbaru merupakan formasi teratas yang berumur Miosen Akhir hingga Pliosen pada lingkungan pengendapan delta-laut dangkal. Ciri-ciri batubara yang dijumpai adalah seam tidak banyak variasi dengan ketebalan yang relatif tipis dan bersifat lignitan. Penyebaran formasi ini tidak terlalu luas jika dibandingkan pada dua formasi lainnya, yaitu: di sekitar Delta Mahakam.
· Formasi Balikpapan berada tidak selaras di bawah Formasi Kampungbaru berumur Miosen Tengah Atas dan diendapkan pada lingkungan litoral-laut dangkal. Ciri-ciri batubara yang dijumpai adalah multiseam dengan ketebalan rata-rata 2-5 meter dan batubara lebih bersifat sub bituminus. Formasi ini tersebar hingga Tanah Grogot.
· Formasi Pulaubalang berada selaras di bawah Formasi Balikpapan yang berumur Miosen Tengah. Ciri-ciri batubara mempunyai variasi seam kecil dan relatif sub bituminus.
Source: http://herdyborgir.blogspot.co.id/2010/07/geology-regional.html